Saturday, January 19, 2013

Sistem Pendidikan di Indonesia


Indonesia merupakan negara terbesar ke 3 di dunia setelah china dan rusia, dan merupakan negara kepulauan terbanyak penduduknya di dunia. Namun dalam segi kesejahteraan juga kemakmuran rakyatnya belum bisa dikatakan bagus dan dapat pula dikatakan gagal dalam mensejahterakan rakyat. Mengutip dari perkataan ahli sejarawan inggris bahwa negara yang maju adalah negara yang maju sistem pendidikannya. Ini mempunyai korelasi yang selaras dengan segala yang dihadapi oleh indonesia saat ini.
Sistem pendidikan indonesia dengan orientasinya “Wajib Belajar 9 Tahun”. Namun dari orientasi  ini adakah kontribusi lebih ndari pemerintah untuk rakyat? Sampai saat ini indonesia menggunakan sistem Ujian Negara (UN) yang sebelumnya yaitu EBTANAS. Dari kebijakan-kebijakan pemerintah ini adakah sumbangsih kebih dari pelaksanaan ujian ini? apakah efektif ujian tersebut bila dikaitkan dengan realita sekarang yang ada pada bumi pertiwi ini?
Apabila ditelaah lebih mendalam, alangkah tidak efektifnya berbagai ujian yang disuguhi pemerintah dari tahun ketahun. Terbukti, setiap tahun siswa SD, SMP maupun SMA yang mengikuti UN pasti ada segelintir golongan yang tidak lulus dan harus mengambil paket C atau mengulang tahun depan. Dan kerap sekali mereka yang tidak lulus merasa stress bahkan berlanjut  ke arah maut. Sungguh tragis, hanya karena untuk mendapatkan selembar ijazah yang “katanya menjanjikan mereka untuk masa depan mereka. Beban psikis mereka dapatkan ketika mereka menuntut ilmu untuk 3 tahun dan hanya di tentukan kelulusannya pada 5 hari dalam jangka Ujian Nasional.
Kenapa pemerintah tidak mengadakan berbagai pelatihan enterpreneurship untuk SLTA agar mereka lebih mempunyai wawasan yang luas dan mempunyai benih-benih menjadi usahawan dan menciptakan lapangan kerja sendiri? Atau lebih mudahnya melakukan program small discussion untuk para siswa agar mereka mempunyai mental yang bagus dan ilmu yang mumpuni, guru pun secara tidak langsung akan mengetahui kapabilitas seorang anak didik dari mereka saling berbagi argumen dengan yang lain, bukankah itu lebih efektif di banding UN yang hanya untuk kepentingan sepihak?
Setiap tahun Indonesia mengeluarkan hampir 2000 lulusan akademik dari Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Namun setelah itu mereka hanya menjadi buruh yang bisa di samakan dengan budak yang nantinya akan menjadi domba-domba kaum kapitalis, maka jadilah negara ini menjadi Negara Konsumtif. Sungguh sistem ini merupakan sistem pembodohan publik!
Guru yang katanya “Pahlawan Tanpa Jasa” sekarang seakan-akan hilang ditelan zaman. Sedikit mereka yang ingin mencerdaskan bangsa, malah ingin memperkaya diri mereka dengan aksi tipu menipu dll.  Dan banyak oknum-oknum lainnya seperti asusila terhadap anak didiknya hingga hamil, kita hanya bisa menggelengkan kepala karena tak tahu lagi apa yang harus kami perbuat.

Dana APBN 20% untuk pendidikan pun hanyalah “nyanyian” pihak birokrat belaka, masih kalah negara tetangga kita dengan singapura dan malaysia yang sudah menganggarkan 23% dana APBN mereka untuk pendidikan. Beribu alasan yang tidak masuk akal pun kerap mereka lontarkan kepada rakyat dan hanya diminta untuk bersabar, sabar dan sabar.
Namun kita harus selalu optimis dan selalu berusaha untuk menjadi terbaik dengan negara lain dan selalu di mulai dari diri sendiri, pertahankan diri dari kemiskinan, kuasai ilmu pengetahuan, dan bersosialisasi yang baik dengan rakyat.

KOMPAS.com — Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Korea Selatan, sementara Inggris menempati posisi keenam.

Peringkat itu memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan memiliki "budaya" pendidikan.

Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan, seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.

Gambaran perpaduan itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan tes Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang juga merupakan salah satu tes dalam proses penyusunan peringkat. Pertimbangan-pertimbangan dalam peringkat ini diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.

Kompetisi global

Dua kekuatan utama pendidikan adalah Finlandia dan Korea Selatan, lalu diikuti oleh tiga negara di Asia, yaitu Hongkong, Jepang, dan Singapura.

Inggris yang dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai "di atas rata-rata", lebih baik daripada Belanda, Selandia Baru, Kanada, dan Irlandia. Keempat negara itu juga berada di atas kelompok peringkat menengah termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Perancis.

Perbandingan ini diambil berdasarkan tes yang dilakukan setiap tiga atau empat tahun di berbagai bidang, termasuk matematika, sains, dan kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah memberikan pandangan multidimensi dari pencapaian di dunia pendidikan dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam sebuah proyek Pearson bernama Learning Curve.

Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting, tetapi tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan, biaya adalah ukuran yang mudah, tetapi dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar.

Kesuksesan negara-negara Asia dalam peringkat ini merefleksikan nilai tinggi pendidikan dan pengharapan orangtua. Hal ini dapat menjadi faktor utama ketika keluarga bermigrasi ke negara lain, kata Pearson.



Ada banyak perbedaan di antara kedua negara teratas, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi faktor yang sama adalah keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya pendidikan dan "tujuan moral".

Kualitas guru

Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji.

Peringkat itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas antara gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Dan ada pula konsekuensi ekonomi langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Namun, tidak ada keterangan yang jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan peringkat pendidikan.

Peringkat untuk tingkat sekolah menunjukkan bahwa Finlandia dan Korea Selatan memiliki pilihan tingkat sekolah terendah. Namun, Singapura yang merupakan negara dengan performa tinggi memiliki tingkat tertinggi.


No comments:

Post a Comment