Tuesday, January 14, 2014

mengenal demam berdarah dan cara penanganannya


Penyakit demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus betina yang umumnya menyerang pada musim kemarau dan musim hujan. Virus tersebut menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan pendarahan.
Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Virus dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya, yang nantinya akan menjadi nyamuk.
Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksua. Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh mahluk vertebrata dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan mahluk vertebrata disini adalah manusia dan kelompok kera tertentu.
Nyamuk sendiri mendapatkan virus ini pada saat menggigit manusia sebagai mahluk vertebrata yang saat itu darahnya sedang mengandung virus dengue. Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi atau memecah diri untuk berkembang biak, kemudian akan bermigrasi dan akhirnya sampai di kelenjar ludah.
Virus memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang menembus kulit. Aedes Aegypti betina bersifat intermittent feeder, yaitu melakukan pengisapan darah berulang kali sebelum merasa kenyang. Sifat inilah yang menjadi penyebab nyamuk Aedes Aegypti dalam saat yang sama dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga atau dalam area yang berdekatan.
Empat hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya secara tepat. Apabila jumlahnya sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah, dan mulai saat itulah manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas.
Namun reaksi tubuh manusia terhadap virus ini dpaat berbeda. Perbedaan reaksi ini juga akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.




Sistem pengelolaan kesehatan masyarakat yang dimiliki pemerintah Indonesia seakan belum berjalan. Jika KLB sudah terjadi, barulah ada koordinasi antara rumah sakit.
Puskesmas dan Dinas Kesehatan menjadi kambing hitam, selain masyarakat sendiri yang dituduh karena tidak mau menjaga kesehatan di lingkungannya.
Parahnya lagi, dengan kondisi KLB pun, inisiatif rumah sakit tentunya akan tetap menerapkan prinsip “hanya yang punya uang yang bisa berobat dan dilayani dengan baik” ironisnya, Pemerintah justru menyerahkan pengawasannya kepada masyarakat secara gratis lewat juru pemantau jenti atau “jumantik”, setelah urusan korban meninggal.
Bayangkan, Departemen Kesehatan sudah mencatat 12.482 penderita DBD di 21 Provinsi, 241 diantaranya meninggal dunia, hingga akhir Februari 2004. Bahkan, Provinsi Jakarta sebagai pusat negara, menempati peringkat tertinggi-4252 jumlah penderita, 47 orang diantaranya meninggal dunia.
Menurut Rita Kusriastuti dari Bagian Arbovirusasi Departemen Kesehatan, kejadian DBD 2004 dua kali lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. “Penyemprotan secara massal bukanlah penyelesaian tepat. Nyamuk bertelur 200-400 butir per hari, disemprot lalu mati, tapi esok harinya nyamuk baru lahir lagi”, kata Rita dari Depkes.
Sebenarnya DBD bukanlah penyakit baru karena terjadi hampir setiap tahun seiring dengan perubahan musim, dari musim penghujan ke musim kemarau. Masyarakat Indonesia sudah tahu tanda-tanda dan cara penularan penyakit DBD, karena DBD masuk ke Indonesia sejak 36 tahun lalu.
Pencegahannya pun sederhana saja dan tidak perlu teknologi tinggi seperti pada kasus SARS yang untuk memastikan penyakitnya perlu pemeriksaan laboratorium di Atlanta. Hanya saja untuk memberantas DBD diperlukan langkah jelas dengan menumbuhkan perubahan sikap dan kesadaran semua pihak, terutama masayarakat dalam menjaga kebersihan lingkungannya.


No comments:

Post a Comment